Analisis Code Mixing Dalam Novel Fat Bulous
- Pendahuluan
a. Latar
belakang
Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang
tidak pernah habis untuk dibicarakan. Bagi bahasa hidup, yaitu bahasa yang
masih terus digunakan dan berkembang, persentuhannya dengan bahasa-bahasa lain
menimbulkan permasalahan tersendiri. Di satu sisi, persentuhan itu menambah
khasanah bahasa itu sendiri. Namun, di sisi lain justru mengancam keberadaan
bahasa tersebut.
Globalisasi, suka tidak suka, memberi efek yang
membahayakan bagi perkembangan bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Masuknya
budaya-budaya asing perlahan-lahan mendesak esksistensi bahasa Indonesia.
Maraknya tayangan berbahasa Inggris hingga serbuan para investor asing
menyebabkan penggunaan bahasa Inggris semakin menjadi bagian dari kehidupan
sebagian besar masyarakat. Tayangan-tayangan berbahasa Inggris, penggunaan nama
dengan bahasa Inggris, hingga standar perusahaan-perusahaan, baik nasional
maupun multinasional, mendesak setiap orang untuk dapat berbahasa Inggris.
Dalam kondisi yang demikian, bahasa Indonesia semakin
terdesak. Di satu sisi bahasa Indonesia memiliki masalahnya sendiri termasuk
masalah tata bahasa. Namun, di sisi lain, bahasa Indonesia yang dulu sering
dipertentangkan dengan bahasa daerah, kini harus berhadapan lagi dengan
bahasa-bahasa asing.
Sekarang ini bahasa Indonesia sudah semakin
memperihatinkan, buktinya mulai
dari anak sekolah dasar sampai orang dewasa sudah jarang sekali yang
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak yang mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan
bahasa daerah ataupun bahasa Inggris. Tidak hanya dalam
komunikasi sehari-hari tetapi dalam media cetak atau media elektronik pun
banyak yang sudah mencampuradukkan bahasa. Seperti pada majalah, internet,
televisi dan radio. Bahkan didalam karya sastra yang mungkin seharusnya
menggunakan bahasa Indonesia yang baik pun ikut menggunakan campur kode.
Seperti pada novel dan puisi. Penggunaan campur kode pada media elektronik, media
cetak dan karya sastra dapat mempengaruhi menurunnya tingkat penggunaan bahasa
Indonesia yang baik, masyarakat akan meniru apa yang mereka lihat dan dengar
dari media. Hal ini dapat berakibat buruk, apalagi anak remaja sekarang lebih
memilih bahasa gaul atau bahasa yang menggunakan campur kode dengan bahasa
Inggris. Hal ini disebabkan karena sudah banyak tayangan televisi, majalah dan
novel remaja yang menggunakan campur kode didalamnya. Pencampuradukan bahasa
atau kode sendiri dikenal dengan nama Code
mixing.
b. Tujuan
Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui
penggunaan code mixing di dalam media
cetak atau karya sastra khususnya novel.
- Teori
Istilah kode dipakai untuk menyebut
salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan, sehingga selain kode yang
mengacu kepada bahasa juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti varian
regional; varian kelas social; varian ragam dan gaya dirangkum dalam laras
bahasa dan varian kegunaan atau register (Henscyber: 2009).
Campur kode adalah penggunaan lebih dari
satu bahasa atau kode dalah satu wacana menurut pola-pola yang masih belum jelas
(Alo Liliweri: 2002). Campur kode terjadi pada masyarakat yang bilingulisme,
seperti masyarakat Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
daerahnya masing-masing dan ada juga yang menggunakan bahasa Inggris.
Di dalam campur kode ada sebuah kode
utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotomiannya,
sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah
berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotomian sebagai sebuah kode.
(Abdul Chaer dan Leoni Agustina: 2010) misalnya seorang penutur, yang dalam
berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa
dikatakan telah melakukan campur kode. Akibatnya, akan muncul satu ragam bahasa
Indonesia yang kesunda-sundaan ( kalau bahasa daerahnya adalah bahasa sunda )
atau bahasa Indonesia kebatak-batakan ( kalau bahasa daerahnya adalah bahasa
batak ).
Thelander (dalam Chaer: 2010) … tetapi
apabila didalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang
digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frase
itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi
adalah campur kode.
Latar belakang terjadinya campur kode
pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu: tipe yang berlatar
belakang pada sikap (attitudinal type)
dan tipe yang berlatar belakang pada kebahasaan (linguistics type) (Suwito: 1983). Kedua tipe ini saling bergantung
satu sama lain.
Campur kode dibagi menjadi dua yaitu,
campur kode dengan unsur-unsur golongan yang disebut campur kode kedalam (inner code-mixing) dan campur kode yang
unsur-unsurnya dari golongan disebut campur kode keluar (outer code-mixing) (Suwito: 1983). Campur kode kedalam adalah seorang
penutur menyisipkan unsur-unsur bahasa variasi (bahasa daerah) kedalam bahasa
aslinya ( bahasa Indonesia), unsur-unsur dialeknya kedalam bahsa daerahnya atau
unsur-unsur ragam dan gayanya kedalam dialeknya; sedangkan campur kode keluar
apabila penutur yang dalam bahasa Indonesianya tersisipi unsur-unsur bahasa
Inggris atau bahasa asing lainnya.
Berikut adalah beberapa wujud campur kode
(Suwito: 1983) :
a. Penyisipan
kata
b. Penyisipan
frasa
c. Penyisipan
klausa
d. Penyisipan
ungkapan atau idiom
e. Penyisipan
bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing)
- Analisis
Code mixing
terjadi apabila seorang penutur
menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan
unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan
karakteristk penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan.
Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa
terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada
padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain. Dalam paper ini
saya akan mengulas tentang penggunaan campur kode dalam novel Fat Bulous Cintaku Sebesar Badanku karya
Fitriwida.
Novel Fat Bulous Sebesar Badanku berisi tentang seorang wanita yang
berbadan gemuk yang berusaha untuk mencari seseorang yang dapat mencintai dan
menyayangi dirinya apa adanya. Melihat teman-temannya sudah mempunyai pacar,
maka dia ingin sekali mempunyai seorang kekasih. Pada akhirnya si tokoh utama
mendapatkan kekasih yang sangat baik kepada dirinya.
Novel ini adalah novel untuk anak
remaja, hal ini karena tokoh-tokoh pada novel ini adalah mahasiswa. Karena
remaja identik dengan penggunaan bahasa yang tidak baku, maka tokoh melakukan komunikasi
dengan bahasa tidak baku, seperti: “hati-hati, ya, Bang. Nggak pake ngebut.”
(hlm. 2). Kata “nggak pake” adalah kata-kata yang tidak baku.
Seseorang yang menguasai bahasa asing
selain bahasa Indonesia akan merasa bangga. Mereka berpikir kalau berbicara
tidak diselingi bahasa asing tidak keren atau tidak dianggap kaum intelektual.
Seperti tokoh dalam novel ini, tokoh menguasai bahasa Cina dan Inggris. “Wode Tian a! Udah gila, ya, lo? Udah
hampir telat, masi pake sandal? … Segera kutukar sandal jepitku dengan sneaker.” (hlm. 17) atau “Hao ba, gue tunggu dikantin, ya. Laper
banget, nih.” (hlm. 168) Tokoh
menggunakan bahasa Cina dan
bahasa Inggris dengan tujuan ingin
menunjukkan kelas sosial tokoh yang tinggi.
Bagi seseorang yang menguasai bahasa
Inggris, seperti tokoh pada novel Fat
Bulous Cintaku Sebesar Badanku. Mereka akan lebih sering menggunakan
kata-kata atau kalimat dalam bahasa Inggris , seperti contoh kata atau kalimat
yang digunakan: t-shirt, inner beauty, cleaning service, piece of cake,
catwalk, rejected, nice, secret admirer, macho, pathetic, escalator, stupid,
clubbing, high-heels, player, delivery, bitchy, please, don’t judge the book
from its cover, it’s not bad for beginner, why am I so stupid, dll.
Situasi informal atau situasi santai
biasanya memungkinkan penutur menggunakan campur kode. Seperti berbicara dengan
teman atau bergosip. Dalam novel contohnya seperti dalam kalimat, “Ortu lo,
kan, pengusaha restoran terkenal di Yogya. Masa, sih, gopek ja segitu
berharganya buat elo?” (hlm. 35)
Ada pula faktor kebiasaan, faktor
kebiasaan dapat terjadi karena penutur lebih dahulu mengenal kata pada bahasa
serapan yang digunakan daripada kata dalam bahasa Indonesia. Seperti contoh
kalimat berikut yang terdapat pada novel, “Flo! Gue cariin kemana-mana,
ternyata lo udah di sini. Kok, ga bales SMS gue, sih?” (hlm. 145) dan dalam
kalimat, “Evan sama sekali tidak menanyakan nomor handphone Friska.” (hlm. 193). Kata SMS dan handphone lebih dikenal dari pada padanannya dalam bahasa
Indonesia.
Campur kode terjadi karena adanya topik
pembicaraan yang menyangkut bidang atau hal tertentu. Seperti kalimat pada
novel, “Ka, temeni gue kesalon, ya. Mau creambath
sama rebonding ni.” (hlm. 92).
Kata crembath dan rebonding adalah kosa kata yang
berhubungan dengan salon. Selain itu ada pula kosa kata yang berhubungan dengan
make-up seperti eye shadows, eyeliner, mascara, blush on, lip gloss and lip stick.
Penggunaan campur kode juga disebabkan
karena ketidak adaan padanan kosa kata serapan bahasa asing dalam bahasa
Indonesia. Seperti kata jeans pada
kalimat “aku membongkar lemari pakainku, mencari rok dan blus yang tak pernah
tersentuh diantara tumpukan T-shirt, kemeja dan celana jeans.”
- Kesimpulan
Campur kode sudah sangat mewabah dalam kehidupan dan bahasa Indonesia pun
perlahan-lahan seperti ditinggalkan. Hal ini dapat dilihat dari maraknya
pengunaan campur kode pada media elektronik atau pun media cetak. Campur kode
pun di gunakan di dalam novel, padahal novel adalah karya sastra yang mungkin
seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Campur kode bukanlah
kebiasaan yang turut melestarikan bahasa Indonesia. Meski campur kode sangat
tidak disarankan, dalam kasus-kasus tertentu, campur kode tidak dapat
dihindari. Syaratnya hanya bila kata asing tersebut tidak memiliki padanan
dalam bahasa Indonesia.
Secara umum, ada beberapa faktor penggunaan campur kode, berupa faktor
karakteristik penutur (latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan), berupa kesantaian atau
situasi informal dan keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak
ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain.
Daftar
pustaka
Chaer,
Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta
Henscyber.
2009. http://anaksastra.blogspot.com/2009/02/alih-kode-dan-campur-kode.html.
Diakses 20 november 2012
Liliweri,
alo. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. (online), (http://books.google.co.id/books?id=U-1ckHCx7nYC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false.
Diakses 15 november 2012)
Suwito.
1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta: Henary
Offset Solo.
No comments:
Post a Comment